Masa-masa berangkatnya Rasulullah dan Abu Bakar ke Madinah sebetulnya teramat sulit. Bayangkan saja. Di zaman ini, Mekkah-Madinah butuh waktu 5 sampai 6 jam menggunakan bus. Lalu apa rasa Rasulullah tetap bertahan menyusuri setiap bulir pasir di Arab sana?
Padahal, sebelum hijrah, Rasulullah pun mengalami peristiwa yang tak kalah menakjubkan. Isra Mi'raj. Buraq dihadapkan pada beliau. Dan dalam waktu kurang dari semalam, beliau bisa naik-turun ke langit ketujuh.
Mengapa Rasulullah mau tetap memiliih bersusah payah di tengah hijrah?
Toh, beliau bisa memilih memanggil Buraq. Tanpa rasa takut dan cemas, tiba di Madinah dengan selamat sentosa. Tapi, kenyataannya tidak.
Rasulullah tetap mengirim beberapa shahabat ke Habasyah guna mencari negeri cadangan sebagai tempat perlindungan. Rasulullah tetap menjadikan Mush'ab ibn Umair sebagai duta untuk mengondisikan masyarakat Yatsrib. Rasulullah tetap bersiasat terhadap Quraisy dengan Ali sebagai pengganti beliau di atas tempat tidur. Tetap ada Asma binti Abu Bakar yang bolak-balik menyediakan perbekalan. Tetap ada guide yang menuntun keduanya hingga sampai Madinah.
Rasulullah tetap memilih itu. Di tengah terpaan terik, ancaman pembunuhan, dan kejaran musuh-musuhnya.
Seakan Rasulullah ingin mengajarkan umatnya. Bahwa beginilah berjuang di atas jalan-Nya. Tugasnya berat, jalannya terjal, tapi manusia bukan tidak mungkin mengembannya.
Berjuang di atas jalan-Nya bukan pekerjaan para malaikat yang tanpa cela. Atau sekadar pekerjaan para anbiya yang sewaktu-waktu diberi mukjizat.
Tetapi, siapa pun, meski hanya manusia biasa insya Allah mampu menunaikannya. Beginilah seni berjuang di atas jalan-Nya. Dan hanya kepada Allah-lah kita memohon pertolongan.
0 comments:
Post a Comment