Nulis Suka-Suka

Harapan



Sepuluh ribu pasukan multinasional itu kian mendekat. Jumlahnya bahkan melebihi populasi penduduk Madinah. Sekali hantam, sulit membayangkan bagaimana nasib eksistensi kaum muslimin selanjutnya.
Sementara itu, panas kian terik. Tenaga terkuras. Lapar mendera. Rasulullah dan para sahabat pun terpaksa mengganjal perut mereka dengan batu. Stok harapan turut menipis. Sedangkan jurang putus asa semakin melebar.
Namun penggalian parit (khandaq) harus segera dirampungkan. Bahkan ketika cobaan lain datang.
Sebagaimana dikisahkan oleh Al-Barra, kala itu para sahabat terhalang sebuah batu yang sangat keras. Tidak ada satu pun dari mereka yang mampu mencangkulnya. Kejadian ini akhirnya dilaporkan kepada Rasulullah Saw.
Beliau kemudian turun, mengambil cangkul, lantas menghantam batu tersebut. Pada saat yang bersamaan, Allah menunjukkan kuasa-Nya pada seluruh kaum muslimin.
"Bismillah," ucap Rasul pada hantaman pertama. "Allahu akbar! Aku diberi kunci-kunci Syam. Demi Allah, saat ini aku melihat istananya yang merah!"
"Bismillah," lanjut beliau di pukulan kedua. "Allahu akbar! Aku diberi tanah Persi. Demi Allah, kini aku mampu melihat Istana Mada'in bercat putih!"
"Bismillah," sebut Sang Nabi tatkala cangkulan terakhir. "Allahu akbar! Aku diberi kunci-kunci Yaman. Demi Allah, dari tempatku ini aku bisa menyaksikan pintu-pintu gerbang Shan'a!"
.
Melalui bisyarah tersebut, Allah dan Rasul-Nya seolah hendak mendidik kaum muslimin agar tetap menemukan celah harapan. Sesempit apa pun ruangnya. Sekecil apa pun peluangnya.
Walau mungkin, akhir dunia tampak di depan mata. Kegelapan menyelimuti setiap sudut. Kezaliman terpampang jelas. Serta kebathilan kian menancapkan taringnya.
Namun, tetaplah menyalakan lilin perubahan. Atau menjadi sumber cahaya yang menginspirasi sekitar. Percikkan air meski sedikit, demi memadamkan api kerusakan.
Tak ada yang benar-benar menang atau kalah, sebelum pertarungan dimulai.
Teruslah menularkan kebaikan. Sebab sesungguhnya harapan itu selalu ada, hanya perlu ditemukan. "Dan dengan harapan itu," seperti kata Anis Matta, "kita bisa terus melakukan kebajikan-kebajikan di hari ini, walau buahnya baru dipanen oleh generasi mendatang."
Share:

0 comments:

Post a Comment