Nulis Suka-Suka

Mencari Kekuatan Terbaik di Dunia Paralel: Resensi Novel Ceros dan Batozar, Komet, Komet Minor



Di antara tokoh Harry Potter lainnya, mungkin Luna Lovegood adalah salah satu favorit saya. Dalam film, ia pernah bercakap dengan Harry, “Well, if I were You-Know-Who, I’d want to you to feel cut off from everyone else. Because if it’s just you alone, you’re not as much of a threat.”

Persahabatan barangkali tema yang sudah basi. Tapi tidak bagi Tere Liye. Melalui imajinasinya yang liar, ia mampu mengangkat tema klise ini dalam dunia fantasi yang penuh petualangan seru. Bahkan menjadikan “persahabatan” sebagai kunci pembuka pintu keluar bagi masalah-masalah yang dihadapi para tokohnya.

Inilah kisah tentang persahabatan itu. Tentang Raib, Seli, dan Ali. Tentang perjuangan yang mendekati titik akhir dalam novel Ceros dan Batozar, Komet, serta Komet Minor.

GAMBARAN CERITA

Ceros dan Batozar

Novel satu ini merupakan spin-off dari Serial Bumi. Berada di urutan 4.5, antara Bintang dan Komet. Di dalamnya terdapat dua cerita, yakni ketika Raib dan kawan-kawan berhadapan dengan sepasang Ceros (Badak) serta saat mereka diculik oleh Batozar.

Sepasang Ceros tersebut tak lain ialah Ngglanggeran dan Ngglanggeram, penduduk Klan Aldebaran. Mereka terkurung di bawah bangunan kuno Bor-O-Bdur. Bila malam tiba, keduanya akan berubah menjadi monster badak yang menghancurkan apa pun di sekelilingnya. Satu-satunya alat yang mampu mengontrol perubahan tersebut hanyalah Sarung Tangan Bumi milik Ali, atau lebih tepatnya kepunyaan mereka yang dicuri Si Tanpa Mahkota ribuan tahun lalu. Di akhir cerita, mereka memutuskan untuk tetap berada di perut bumi. Lantas mengembalikan sarung tangan itu ke Ali. Sebuah pengorbanan yang tulus.

Adapun Batozar Sang Pengintai adalah tahanan Klan Bulan yang kabur untuk menculik Raib. Sebagai seorang Putri Bulan, Raib sebenarnya memiliki kekuatan berbicara dengan alam hingga sanggup memutar kembali kenangan masa lalu. Batozar ingin sekali melihat wajah istri dan anaknya, yang ia hampir lupakan setelah 100 tahun lamanya. Sehabis kekuatan Raib tersebut berhasil dikeluarkan, Batozar kabur menggunakan teknologi portal cermin.

Si kembar Ngglanggeran dan Ngglanggeram serta Batozar akan muncul lagi dalam Komet Minor.

Komet

Berbeda dengan empat novel sebelumnya, novel kelima Serial Bumi ini tidak berlama-lama membuka cerita. Hanya dalam dua bab, Raib dan kawan-kawan segera diundang menuju Klan Matahari untuk menghadiri penutupan Festival Bunga Matahari. Tepat ketika bunga matahari pertama sedikit lagi mekar. Si Tanpa Mahkota beserta pasukannya diperkirakan akan memanfaatkan kekuatan bunga tersebut untuk membuka portal menuju Klan Komet.

Pertempuran besar meletus di tengah-tengah stadion Kota Ilios. Namun, Si Tanpa Mahkota berhasil melompat ke dalam portal. Sebelum portal tertutup rapat, Raib dan kawan-kawan menyusulnya.

Raib, Seli, dan Ali terjebak di gugusan pulau bernama Komet. Bersama Max Si Nahkoda, mereka bertualang dari Pulau Hari Senin hingga Pulau Hari Minggu. Setibanya di pulau terakhir, mereka diuji oleh Paman Kay dan Bibi Nay. Raib dan kawan-kawan pun berhasil masuk ke dalam portal menuju Komet Minor. Sayangnya, Max berkhianat.

Komet Minor

Max alias Si Tanpa Mahkota menahan Raib dan kawan-kawan untuk masuk menuju Klan Komet Minor. Saat itulah, Batozar muncul dari portal cermin. Seorang sekutu dan teman perjalanan yang cukup tangguh menandingi Si Tanpa Mahkota.

Berkeliling di Komet Minor, mereka berempat mengejar waktu demi mengumpulkan kepingan tombak pusaka. Mulai dari bertemu Tuan Entre, Arci, Lady Oopraah alias Kulture, hingga Finale. Pengorbanan dan perjuangan yang lebih berat terasa kental dalam novel ini.

Sanggupkah mereka mencegah Si Tanpa Mahkota memperoleh tombak pusaka tersebut dan menjadi petarung terkuat di dunia paralel?

KEUNIKAN KARAKTER

Tokoh utama dalam ketiga novel ini masih berpusat pada Raib, Seli, Ali, dan Si Tanpa Mahkota. Terdapat beberapa tambahan, semisal Ngglanggeran, Ngglanggeram, serta Batozar dalam Ceros dan Batozar, yang lalu muncul kembali dalam Komet Minor. Dalam Komet, pembaca bisa bertemu dengan Paman Kay dan Bibi Nay. Adapun Tuan Entre, Arci, Lady Oopraah alias Kulture, dan Finale menjadi tokoh kunci di novel terakhir.

Jangan lupakan juga cameo ST4R dan SP4RK yang berasal dari konstelasi Proxima Centauri. Nanti akan ada bukunya tersendiri, loh.

Uniknya, saya jadi berpikir, pemilihan nama-nama tokoh dalam serial ini seperti bukan kebetulan. Contohnya Raib, sesuai namanya, ia bisa menghilang. Seli biasanya dipakai sebagai bentuk pendek dari Selena yang bermakna seseorang berkepribadian menarik, sesuai karakter dalam novelnya yang selalu tampak ceria bahkan sering melakukan hal yang tak terduga. Ali yang punya pukulan beruang barangkali terinspirasi dari sosok legenda tinju M. Ali, sedangkan kepandaiannya mungkin diambil dari sahabat Rasul Ali bin Abi Thalib yang dijuluki gerbang ilmu pengetahuan.

Nama Entre bisa jadi dipilih karena pembuka bagi pencarian benda pusaka di Komet Minor. Arci menggambarkan kemampuan memanahnya, Kulture melukiskan profesinya sebagai budayawan dan ahli sejarah, serta Finale merupakan akhir dari pencarian benda pusaka sekaligus akhir dari perlawanan Si Tanpa Mahkota.

Sebagaimana biasanya, Tere Liye juga menghadirkan tokoh-tokoh bijak dalam novelnya. Bila sebelumnya kita berkenalan dengan Av atau Faar, kali ini ada Paman Kay dan Bibi Nay.

“...Aku juga bisa menghentikan banyak kerusakan di dunia sekarang juga, tapi membiarkan kalian belajar, tumbuh dengan hati yang jernih, akan membawa lebih banyak kebaikan bagi dunia paralel.” (Komet, hal. 365)

KEKUATAN RISET

“Karya fiksi yang kuat adalah yang didukung dengan riset mendalam,” ujar Bernard Batubara. Kekuatan riset sulit dihilangkan dalam banyak novel Tere Liye, sebut saja Tentang Kamu, Pulang, Pergi, dan masih banyak lagi. Melalui riset yang mendalam, pembaca benar-benar yakin bahwa Tere Liye sungguh mengetahui apa yang ia tulis, meskipun menggunakan jasa co-author.

Dalam Serial Bumi pun demikian. Salah satunya mengenai pemilihan nama yang sudah dibahas di atas. Selain itu, tampak juga dalam pemilihan kata-kata yang terlihat sepele. Contohnya, kata binjak yang berarti “kembar” menurut Klan Aldebaran. Aslinya, kata tersebut memang ada. Bahasa Albania yang berarti “kembar” pula.

“Kembar? Oh, maksud kalian binjak? Iya, kami memang kembar. Binjak.” Ngglanggeran tersenyum. (Ceros dan Batozar, hal. 67)

Gugusan bintang sebagai penunjuk arah, fenomena fisika, dan sejumlah fakta biologi tentu hasil lain dari riset yang kuat.

“Inilah pohon coco de mer. Spesies langka dari tumbuhan kelapa, tumbuh di Kepulauan Seychelles, Laut India. Tinggi pohonnya bisa mencapai 25-34 meter, dengan buah raksasa seberat 15-30 kilogram. Inilah buah dengan biji terbesar di seluruh bumi.” (Komet, hal. 15)

“...Kalian tahu burung albatros di dunia kita? Nah, burung itu bahkan terbang sambil tidur. Silakan cari tahu sendiri jika kalian tidak percaya...” (Komet Minor, hal. 48)

ULASAN ALUR

Seluruh novel Serial Bumi memiliki plot yang terus merangsek maju, tanpa menyediakan tempat sedikit pun pada kilas balik. Sudut pandangnya masih ada di tangan Raib. Walaupun memakai sudut pandang orang pertama, Raib sering tampak tahu segala hal. Di antaranya tinggi orang, lebar kapal, maupun jam berapa sekarang. Tetapi karena Tere Liye menampilkannya secara konsisten, kita bisa anggap itu sebagai gaya menulis beliau.

Di tiga novel ini juga unsur gimmick berupa komedi serta sedikit romance antara Raib dan Ali yang membuat cerita terasa lebih renyah.

Yang menarik, bagi saya, setiap novel seolah menonjolkan sisi-sisi lain dari Raib, Seli, maupun Ali.

Dalam cerita Ceros, karakter Ali ditampilkan cukup dominan. Terutama ketika ia meikhlaskan sarung tangannya bahkan rela menggantikan si kembar untuk terkurung di bawah Bor-O-Bdur.

Dalam cerita Batozar, Raib secara sabar meladeni Batozar hingga mengerahkan seluruh tenaga untuk mengeluarkan kekuatan tersembunyi yang dimilikinya.

Dalam cerita Komet, giliran Seli datang. Karakter yang tahan banting dan setia menemani kedua temannya. Ia sampai tidak makan demi menyuplai tenaga bagi Raib dan Ali saat mereka terjebak di tengah lautan menuju Pulau Hari Minggu.

Sementara itu, persahabatan mereka semakin diuji kala berada di Klan Komet Minor. Terlebih, ketika Seli hampir mati. Di situlah pengorbanan dan perjuangan menemukan titik klimaksnya.

Di samping itu semua, ada sebagian Plot Hole yang bikin saya sedikit kesal alias gregetan.

Pertama, ketika Ali naik ke atas panggung Lady Oopraah untuk berbicara mengenai keluarga sembari mengangkat kisah seorang anak yang lahir di tengah lautan, kemudian hidup bersama para pembantu dengan ilusi kedua orang tuanya bekerja di luar negeri. Apakah itu benar-benar kisah hidup Ali atau ia hanya mengada-ada? Saat Seli menanyakannya pun, Ali tidak ingin menjawabnya sambil memasang wajah ketus. Duh, penasaran, nih!

Belum lagi pengakuan Si Tanpa Mahkota bahwa Ali adalah keturunannya. Boleh nih kalau ada novel spin-off khusus buat Ali.

Kedua, orang tua kandung Raib yang belum terjawab hingga akhir novel. Saya kira teka-teki itu akan terkuak, tapi ternyata dibahas di novel selanjutnya, Nebula. Hfft, harus sabar nunggu lagi, deh!

ENDING KURANG NENDANG

Bagian ini yang membuat saya sedikit kurang puas. Saya membayangkan sebuah perang akbar terjadi di akhir novel. Ketika Si Tanpa Mahkota, Tamus, Fala-tara-tana IV beserta pasukannya melawan Raib dan kawan-kawan ditambah koalisi armada tempur tiga klan. Layaknya serangan besar-besaran yang dilancarkan sekutu Voldemort saat menyerang Hogwarts.

Sayangnya, ekspektasi saya tidak terwujud. Pertempuran semacam itu justru hanya terjadi sekilas, yaitu tatkala Si Tanpa Mahkota hendak membuka portal menuju Klan Komet.

Formasi Makhluk Cahaya juga ternyata tidak cukup kuat untuk menandingi Si Tanpa Mahkota. Saya kira, inilah jurus pamungkasnya. Terakhir, Si Tanpa Mahkota malah kalah karena kebodohannya. Memang sih, semua itu karena jasa kejeniusan Ali. Tapi, kekuatan persahabatan yang sering dikatakan sebagai kekuatan terhebat di dunia paralel, seolah menemukan titik anti-klimaks.

PERSAHABATAN DAN HARAPAN

Selain quote Luna Lovegood di awal tulisan ini, Dumbledore juga pernah berkata dalam Harry Potter and the Sorcerer’s Stone, “It takes a great deal of bravery to stand up to your enemies. But a great deal more to stand up to your friends.

Genre fantasi dengan nilai-nilai persahabatan hampir selalu laku di pasaran, meski tampak klise. Lihat saja serial Harry Potter, Hobbit, The Lord of The Ring, Maze Runner, atau Hunger Games. Film pun demikian. Tidak terkecuali komik atau anime Jepang semacam Naruto dan One Piece.

Di serial inilah, termasuk tiga novel yang tengah dibahas, nilai-nilai persahabatan tersebut bermekaran. Bak jamur di musim hujan. Saya juga suka bagaimana Tere Liye memilih tidak “mengakhiri hidup” Si Tanpa Mahkota. Ia kalah, justru oleh pemaafan dari Raib. Ibarat Talk no Jutsu Naruto yang hampir selalu berhasil menyelesaikan masalah-masalah besar, tanpa harus menghabisi musuhnya.

Bukankah banyak konflik di dunia ini yang sebenarnya bisa selesai karena komunikasi?

Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, saya yakin para pembaca pasti ingin serial ini diangkat ke layar lebar. Harapannya Hollywood bisa ambil alih. Kalau diambil produser dalam negeri, khawatir kejadian dalam film Hafalan Shalat Delisa terulang. Tahu kan ya, bagaimana kualitas CGI dalam film tersebut?

Tidak perlu sebagus Harry Potter atau The Lord of The Ring, minimal efek-efek yang tersaji tidak merusak mata, hehe.

Dan...tolong dong seseorang membuat fan art Raib, Seli, dan Ali. Penasaran deh melihat wajah dan tubuh mereka kalau digambar akan bagaimana jadinya. Ada yang minat?

“...Ketahuilah, bukan teknik bertarung, bukan menghancurkan gunung-gunung kekuatan terbaik dunia paralel, melainkan persahabatan. Selalu berusaha menjadi orang yang baik dan berani.” (Ceros dan Batozar, hal. 124)


Judul: Ceros dan Batozar
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 376 halaman
Cetakan: I, Mei 2018
Nomor ISBN: 978-602-038-5914

Judul: Komet
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 384 halaman
Cetakan: I, Mei 2018
Nomor ISBN: 978-602-038-5938

Judul: Komet Minor
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 376 halaman
Cetakan: II, Maret 2019
Nomor ISBN: 978-602-062-3399


Share:

0 comments:

Post a Comment