Well, mungkin ini curhatan pertama yang aku tulis di blog. Alias tulisan yang lebih santai dibandingkan tema-tema berat yang biasanya kusajikan. Alhamdulillah awal tahun 2019 ini banyak hal terjadi. Satu per satu pintu rezeki seolah Allah buka. Nilainya sih nggak sampai 80 juta. But, I think it's worth for my future. I hope.
Dimulai dari awal Desember, tepatnya ketika hunting buku di event Out of the Boox-nya Mizan di Lebak Bulus. Bi idznillah, ketemu buku My Hobby My Business: Kafe Buku karangan Gunawan Ardiyanto. Isinya sih nampak masih "kulit", tapi sepertinya cukup bagi aku untuk mengenal dunia kafe. Saat itu, pikiranku juga tengah terbang dari satu pohon ide ke pohon ide lainnya. Sudah hampir 5 tahun berbisnis buku, kok nggak ada perubahan, ya? Apa yang mesti aku lakukan atau bikin di tahun besok?
Kafe bertema buku jawabannya.
Sebenarnya, ini baru lintasan pikiran, sampai beberapa hari kemudian aku baca status Whatsapp seorang teman. Winda namanya, dia bilang juga mau bikin kafe buku. Ah, ini kesempatan, pikirku. Doi anak FLP Jakarta, lebih paham dunia menulis dan perbukuan. Mulailah kami mengobrol sejenak, sedikit berseloroh mengajak kolaborasi. Done! Tapi belum ada tindak lanjut.
Tak lama, seorang teman lain membuat status Whatsapp, "#2019BikinKafe". Doi yang biasa aku panggil Bang Rohmat jelas lebih pandai soal manajemen. Sebelum aku japri ajak kolaborasi, ternyata dia juga sudah menghubungi Winda. Yeah, kita bertiga juga saling kenal, sih.
Jadilah bikin kopdar pertama di Upnormal Rawamangun. Saling diskusi menawarkan konsep dan membeberkan motivasi mengapa memilih kafe buku. Dari meet up itu, kami sepakat bertemu lagi akhir Januari nanti. Dalam waktu sebulan, ada beberapa pekerjaan rumah yang mesti dituntaskan. Salah satunya survei ke kafe buku yang ada di Jakarta. Bismillah..
Di waktu yang hampir berbarengan, pengajian pekanan yang biasa aku ikuti juga ketiban proyek besar. Proyek ini sebenarnya program salah satu organisasi yang aku pegang. Karena nggak ada yang mengurus, awalnya aku pengin jorokin Rizki, teman dekat yang juga berprofesi sebagai pengajar Al-Qur'an. Doi mengiyakan dengan syarat kelompok pengajian jadi rekan setimnya. Oke, deal!
Dan terbentuklah RUMAH QUR'AN PELAJAR (RQP).
Prosesnya sangat cepat, kalau nggak mau disebut ngebut. Dalam beberapa hari, tutor kami memandu raker, menyiapkan segala printilan, dan menyusun program. Termasuk bersiap mengadakan acara Pelatihan Guru Qur'an. Target peserta 50 orang, dikerjakan kurang dari dua pekan.
Dari perjalanan ini, yang menarik bagi aku, ketika tiba-tiba jumlah peserta membludak hingga dua kali lipat. Ya siapa sih yang nggak mau ikut pelatihan micro teaching, diisi Ust. Efendi Anwar yang mengasuh Lembaga Tahfizh Utsmani, dapat makan siang, diberi sertifikat, serta hanya dibebankan infak 50 ribu rupiah. Kewalahan? Pasti. Alhamdulillah semuanya masih terkontrol. Lucunya lagi, sampai H-1 kursi untuk acara ternyata belum disiapkan. Panik sih sebentar, namun terselesaikan juga perlahan.
Memang ada sejumlah kendala teknis ketika acara. Biasa. Di luar itu, pendirian RQP terasa lancar, cepat, mulus, hampir tak ada hambatan. Kata orang, segala sesuatu seperti begitu siklusnya. Mula-mula tampak untung demi menggemberikan pemula dan memberinya motivasi lebih. Di pertengahan, mendadak semua hal tak sesuai rencana untuk menguji kesungguhan pelaku. Entahlah, aku lebih suka menyebut ini: "Berkah Al-Qur'an".
Kemudian, di pertengahan Januari ini, milestone baru datang. Kali ini dari seorang alumni senior. Saking seniornya, beliau sudah masuk STM, sedangkan saya masih kelas 1 SD. Saya memanggilnya Mba Azizah.
Dari senior lainnya, Mba Azizah mendapatkan kontak aku untuk diminta menjadi timnya mengurus sebuah lembaga filantropi. Digaji profesional untuk mengisi konten fundraising. Namanya Happy Qur'an, program rintisan baru. Kami bertiga, termasuk bos beliau yang bernama Pak Erwin, sepakat bertemu besoknya. Ba'da zuhur di Kokas.
Pada kesempatan itu, Pak Erwin menjelaskan apa dan ke mana arah Happy Qur'an ini. Sepanjang pembicaraan, bagi aku sebetulnya program ini masih belum jelas. Wajar sih, karena kami memang harus bertemu lagi dengan si empunya ide. Ibu Fida, emaknya Zaskia Adya Mecca. Wow banget!
Selang tiga hari kemudian, kami berempat meeting di Meccanism Kemang. Saya juga mengajak seorang teman dekat, Bang Imron, untuk menjadi bagian dari tim. Saya mengurus konten, doi bagian desain.
Aaaarrgh, belum genap 20 hari di tahun 2019, banyak banget yang Allah berikan. Satu per satu proyek berdatangan. Milestone yang siap mengantarkan ke puncak tertentu. Mengulas semuanya dalam blog ini mungkin adalah bagian dari suka cita. Aku tak pandai mengungkapkannya kepada orang lain, hanya tulisan yang kuanggap media terbaik. Walau sebetulnya aku juga bingung mendeskripsikan rasa syukur ini.
Penasaran, kejutan-kejutan apa lagi yang mau Allah kasih. Bukan geer, hanya optimis. Well, bertambah satu proyek berarti tambah lagi satu amanah baru yang mesti dipertanggungjawabkan. Mudah-mudahan Allah kuatkan juga pundakku dan semoga bisa melalui tahun ini dengan banyak karya. Kali aja juga bisa
0 comments:
Post a Comment