"Ya Allah, jika ia jodohku, dekatkanlah. Apabila ia adalah jodoh bagi orang lain, maka jadikanlah aku orang lain itu. Aamiin."
Ada banyak ragam doa selaiknya kalimat di atas. Yang lebih panjang dan lucu juga ada. Sampai-sampai bikin tertawa sendiri di depan layar hape.
Baiklah, mungkin itu cuma bercanda. Namun, cobalah jujur pada diri nurani. Jangan-jangan kita pun begitu. Berharap si dia menjadi pendamping hidup. Lalu namanya disebut-sebut dalam doa nan senyap. Cieee.
Fenomena ini bukan terjadi di kalangan umum saja. Mereka yang paham agama, berjuluk aktivis luar biasa, kerap mengisi kajian terbuka, sampai orasi di mana-mana pun kadang mengalaminya.
Sebab itu, saat berdiskusi dengan adik-adik di STM mengenai c-i-n-t-a, saya bilang, "Masalah kaya gini bisa menimpa siapa saja. Termasuk aktivis Islam. Walaupun barangkali konteksnya sudah berbeda. Dulu mungkin tertarik sama akhwat sekadar cantiknya, sekarang gegara jilbab besarnya yang melambai-lambai lagi tingkah lakunya nan shalihah. Apa pun sebabnya, sama-sama menimbulkan desir di dada."
Kenapa saya sebut ini masalah?
Kita seolah-olah lupa pada janji Allah. Wanita baik, hanyalah bagi lelaki yang baik. Begitu sebaliknya.
Dari ayat itu kemudian kita belajar untuk berbenah. Memperbaiki diri. Fokus meningkatkan keilmuan, ruhiyah, akhlak, hingga jasad.
Seluruh perbaikan tersebut pasti memakan waktu, biaya, tenaga, serta pikiran. Sudah capek-capek berbenah, kok ya niatnya agar dapat si dia. Lah, bisa hangus nih pahalanya.
Sudah itu, si dia ternyata nikah duluan. Tambah menyesal, "Terus, apa gunanya kerja keras saya selama ini?"
Ini sih kata Bang Jarwo, lah dalah.
Perbaiki dahulu niatnya. Tingkatkan kapasitas diri semaksimalnya. Sisanya serahkan pada-Nya.
Bisa jadi Allah sudah menyiapkan yang terbaik bagi kita. Lebih baik dari si dia. Sedangkan si dia ternyata punya aib yang tidak kita sangka.
Allah Mahatahu, sementara kita tidak tahu.
0 comments:
Post a Comment