Tepat setelah Fir'aun memperoleh tafsir atas mimpinya, ia segera mengeluarkan ultimatum untuk membunuh seluruh anak laki-laki yang terlahir dari Bani Israil. Kecemasannya berujung pada kepanikan. Dan sebagaimana orang panik, ia membabi-buta melakukan apa pun untuk melanggengkan eksistensinya. Bahkan jika langkah tersebut di luar nalar.
Namun ternyata kebijakan ini melahirkan masalah lain. Penduduk Bani Israil semakin berkurang, dan masyarakat Mesir pun kekurangan pekerja. Lantas Fir'aun menerapkan program selang satu tahun. Anak laki-laki Bani Israil yang lahir pada tahun itu dibiarkan hidup, sedangkan anak laki-laki yang lahir di tahun berikutnya dibunuh semua, begitu seterusnya.
Konspirasi besar Fir'aun nyaris sempurna. Tetapi pepatah terlanjur mengatakan, "Antisipasi tidak akan berarti apabila dipakai untuk melawan takdir."
Pertama, ketika tahun kelonggaran tiba, justru Nabi Harun as. lahir. Selamat sejahtera. Siap menemani dakwah Nabi Musa as. kelak.
Kedua, Allah mengilhami ibunda Nabi Musa agar meletakkan bayi Musa pada sebuah peti kecil. Peti itu kemudian diikat dengan tali dan dibiarkan terurai panjang. Apabila ada seseorang yang mencurigakan datang, peti tersebut dihanyutkan ke sungai Nil, lalu ditarik kembali jika keadaan sudah aman.
Ketiga, dengan izin-Nya, ibunda Nabi Musa suatu hari lupa mengikat pangkal tali. Akibatnya peti itu hanyut sampai ke istana. Diselamatkan para selir kerajaan dan kemudian dirawat oleh Asiyah binti Muzahim. Fir'aun pun akhirnya membesarkan sendiri singa yang akan menerkamnya.
Keempat, ketika Nabi Musa dan kaumnya lari keluar dari Mesir, justru Fir'aun sendiri dan pasukannya yang mengejar mereka. Ia tidak memerintahkan Haman serta bala tentaranya yang teramat kuat. Maka siapapun yang membaca sejarah tahu, justru saat itulah Allah menampakkan kekuasaan-Nya yang jauh berada di atas raja mana pun.
"Namun demikian wahai raja zalim nan sombong," Ibnu Katsir berkomentar, "Meskipun kamu memiliki pasukan yang sangat banyak, kekuasaan yang amat luas, serta kemampuan yang luar biasa, namun Tuhan memiliki segalanya dari kamu itu.
Anak yang kamu cegah kelahirannya, hingga membuat begitu banyak jiwa terbunuh secara keji, justru dibesarkan di rumahmu sendiri. Dirawat di kamarmu sendiri. Diberi makan dengan makananmu sendiri. Disuguhkan minum dari minumanmu sendiri.
Hingga setelah ia besar nanti, di tangannya terletak kehancuranmu."
Beratus-ratus tahun kemudian, narasi yang kurang lebih sama pun berulang. Ketika komunitas Muslim di Madinah dianggap mulai mengancam, musuh-musuh tetiba kalut. Panik. Maka Quraisy pun menghimpun pasukan multinasional untuk memukul Madinah dengan sekali hantaman.
Tapi takkan pernah ada konspirasi yang sebesar skenario Allah.
Selama berhari-hari pasukan tersebut hanya mampu memandang gerbang Madinah. Parit yang dibangun kaum Muslimin terbukti efektif. Sampai akhirnya Rasulullah menerapkan strategi adu domba dan Allah mendatangkan badai pasir-Nya.
Serangan itu tak sedikit pun melemahkan kaum Muslimin. Justru nilai jual mereka kian melambung. Sebakda Perang, bahkan Rasulullah bersabda, "Mulai detik ini, kita yang akan menyerang mereka!"
Di mana pun, sampai kapan pun, narasi ini akan tetap sama. Tatkala cahaya Islam perlahan benderang, para pemadamnya pasti kian memberi tekanan. Tak peduli apakah itu dilakukan dengan metode represif bahkan sampai merenggut nyawa. Semakin di luar nalar langkahnya, semakin membuktikan bahwa mereka tengah dilanda kekalutan yang akut.
Konspirasi mereka untuk mematikan dakwah akan terus berjalan. Hingga Allah menampakkan sendiri kemahakuasaan-Nya. Kita hanya perlu sedikit bersabar lagi. Lalu yakin bahwa tak ada hal apa pun di semesta ini yang luput dari perhatian-Nya.
Apabila malam kian pekat, ketahuilah bahwa sesungguhnya fajar pun semakin dekat.
0 comments:
Post a Comment