Nulis Suka-Suka

Resensi Si Anak Badai: Persahabatan, Perjuangan, dan Kemenangan



Mendung Sebelum Badai


Ada kejadian menarik saat aksi unjuk rasa mahasiswa mengenai Revisi UU KPK beberapa waktu lalu. Yakni hadirnya peserta demo dari kalangan siswa SMA/SMK. Tak pernah kita mendengar anak-anak ini turun ke jalan. Sontak, media dan masyarakat dibuat terheran-heran. Ada yang mengapresiasi, dan tidak sedikit pula yang meremehkan, “Anak sekolah ngerti apa?”

Terlepas dari kontroversi tersebut, sudah sepatutnya kita menyadari bahwa mungkin ada lubang dalam pendidikan negeri ini. Pendidikan kita terlambat membuat mereka dewasa. Seakan menganggap mereka sulit diajak berpikir kritis. Padahal usia remaja, khususnya yang sudah baligh, bukan lagi masa-masa hanya memikirkan diri sendiri. Nurani mereka dapat dipupuk untuk peduli dan ambil bagian dalam memperbaiki negeri.

Buktinya, 2001 silam, lebih dari lima ratus pelajar yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Pelajar Muslim Indonesia (KAPMI) DKI Jakarta melakukan aksi damai di Bundaran Hotel Indonesia. Aksi bertajuk Pelajar Cinta Damai itu menuntut elit politik agar segera menghentikan pertikaian, meningkatkan SDM guru, menurunkan biaya pendidikan, serta mengembalikan perhatian pemerintah kepada masalah pelajar.

Pendidikan bukan hanya berbicara tentang sekolah. Salah satunya, seberapa besar dan mudah masyarakat mengakses buku bacaan. Di sinilah, menurut saya, terdapat missing link genre buku berdasarkan usia.

Buku anak berserakan di mana-mana. Buku-buku untuk kalangan dewasa, minimal untuk kategori mahasiswa, berlimpah ruah. Namun, buku yang fokus menyasar remaja? Minim sekali jumlahnya. Kalaupun ada, masih didominasi tema percintaan, baik yang berunsur komedi atau berakhir sedih.

Hadirnya Serial Anak Nusantara, terutama Si Anak Badai, barangkali bisa sedikit menambal missing link itu. Melalui novel yang menggugah jiwa ini, kita diajak untuk semakin dekat dengan budaya negeri sekaligus menyadari apa yang sesungguhnya sanggup dilakukan oleh para remaja. Semuanya terangkum dalam tiga kata: persahabatan, perjuangan, dan kemenangan.

***

Badai


Si Anak Badai mengambil latar belakang di Kampung Manowa. Sebuah tempat yang dilukiskan sebagai perkampungan para nelayan. Lengkap dengan rumah-rumah yang berdiri tegak di atas sungai serta jalan-jalan kecil yang terbuat dari papan kayu ulin.

Di dunia nyata, sulit menebak lokasi persis kampung tersebut. Mungkin memang fiksi. Tapi kita tahu, kehidupan nelayan sudah melekat pada sebagian besar penduduk negeri ini. Terlebih, atmosfer Nusantara semakin kental melalui penamaan tokoh seperti Ode dan Ros, penggambaran pasar terapung, dan penggunaan panggilan “Oi!” khas tanah Sumatra.

Oi, Indonesia pun punya pasar terapung ternama. Contohnya yang ada di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pasar tersebut dahulu dibangun oleh pedagang-pedagang Melayu. Di Palembang juga ada. Tepatnya di atas Sungai Musi. Berbelanja sembari menikmati kecantikan Jembatan Ampera.

Latar waktunya mungkin sekitar awal 2000-an, sekitar tahun 2002-2003 ketika KPK baru pertama kali dibentuk. Selain ditandai dengan berdirinya lembaga tersebut, pembaca juga dapat menilai dari adegan ibu-ibu penabuh rebana yang menyanyikan lagu khas Nasida Ria. Zaenal pun sempat menyebut tokoh kartun bajak laut yang punya kemampuan memelarkan tubuhnya bak karet. Tokoh yang dimaksud bisa jadi Luffy dari serial kartun One Piece, yang masih boleh tayang di layar kaca pada awal millenium lalu.

   Nenek moyangku seorang pelaut
   Gemar mengarung luas samudra
   Menerjang ombak tiada takut
   Menempuh badai sudah biasa

Tidak ada awal dalam novel ini.

Pembaca segera dihadapkan pada keramaian kampung nelayan melalui tokoh utama Zaenal (sudut pandang orang pertama). Bersama Malim, Ode, dan sejumlah anak lain, mereka berebut mengambil koin yang dilemparkan para penumpang kapal ke atas sungai. Seru, meski tampak berbahaya. Persis sebagaimana aktivitas anak-anak pengumpul koin di Pelabuhan Merak atau Pelabuhan Ketapang Banyuwangi.

Cerita terus berpusat pada Zaenal, Malim, Ode, dan Awang. Kelak bocah-bocah yang baru berusia 12 tahun ini disebut Geng Si Anak Badai karena petualangan besar yang berhasil dilewati.

Sepanjang sepertiga buku, hari-hari tampak cerah. Ada kelucuan di tengah omelan Pak Kapten. Ada pelajaran kehidupan saat keempatnya berinteraksi dengan Guru Rudi. Ada sedikit tangisan kala mengingat kasih sayang Mamak. Ada nuansa keakraban dan semangat gotong-royong dalam beberapa kejadian.

Namun semua perlahan berubah ketika Pak Alex dan Utusan Gubernur datang.

Keduanya merupakan inisiator pembangunan pelabuhan di Kampung Manowa. Sayangnya, rencana pembangunan tersebut hanya diputuskan sepihak tanpa melibatkan warga setempat. Penduduk kampung tentu menolak. Apalagi, tidak ada kejelasan mengenai ganti-rugi dan nasib mereka ke depan.

Apakah pembangunan pelabuhan itu akan terus berlanjut? Bagaimana takdir akan berakhir bagi kehidupan Zaenal, Malim, Ode, Awang, serta penduduk lainnya?

   “Kehidupan terus berlanjut tanpa melihat kita sedang sedih atau gembira.”
   (Hal. 225)

***

Cahaya Setelah Badai


Selama lebih dari 50 tahun, Weekly Shonen Jump sebagai majalah komik terlaris di Jepang berhasil menginspirasi ribuan hingga jutaan anak muda di sana. Bukan hanya mengasyikkan, sebagian besar komik yang diterbitkan selalu hadir dengan tiga elemen penting: persahabatan, perjuangan, dan kemenangan.

Sebut saja serial Captain Tsubasa, yang akhirnya sukses mendorong remaja-remaja pria di negeri sakura untuk menjangkau mimpinya sebagai pesepak bola kelas dunia. Contoh lainnya serial Naruto, yang bersama teman-teman satu angkatannya berjuang menyelamatkan dunia ninja (shinobi).

Nilai-nilai tersebut tergambar pula dalam novel Si Anak Badai.

Mereka mungkin tidak sampai pergi menyelamatkan dunia. Tetapi Zaenal, Malim, Ode, maupun Awang mengajarkan kita bahwa ratusan kemenangan kecil bisa diraih bersama sahabat-sahabat terbaik, melalui sedikit pengorbanan dan usaha keras.

Kita sering terbuai untuk buru-buru mengubah semesta. Tanpa disadari, banyak langkah kecil yang sebenarnya bisa diwujudkan. Di sekeliling kita. Di lingkungan kita sendiri.

Awang, si pandai berenang, rela telanjang bulat lalu menyelam di bawah sekolah demi mengambil bolpoin kesayangan adik kelasnya. Zaenal tidak mau pulang sebelum selesai memperbaiki kesalahan ukur baju, sebagai bentuk tanggung jawab. Malim yang dipaksa kembali bersekolah oleh ketiga temannya. Hingga petualangan mereka di tengah badai sungguhan dan ketika berupaya menghentikan pembangunan pelabuhan.

Apa pun bisa dicapai, asal ada sahabat terbaik di situ.

Ingat! Mereka semua masih usia belasan tahun. Di umur segitu, saya masih ketagihan main kelereng. Ya begitulah, pendidikan kita terlambat mendewasakan. Alhasil, hari ini sulit rasanya menemukan sosok mirip Usamah bin Zaid yang pada usia 19 tahun telah menjadi panglima perang, membawahi veteran sekelas Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Hampir mustahil sepertinya menjumpai anak muda bak Muhammad Al-Fatih yang pada usia 24 tahun berhasil menaklukan benteng Konstantinopel, ibukota dunia pada saat itu.

Pernah menemukan anak kelas 6 SD yang berani menghentikan sebuah proyek besar? Atas nama keadilan. Demi kampungnya tercinta! Demi tanah leluhurnya tersayang!

Di sini Tere Liye juga menyajikan secuplik kenyataan pahit. Betapa masih banyak terjadi pembangunan terselubung yang bersembunyi di bawah ketiak modernisasi. Tidak mengindahkan kearifan lokal, dananya pun masuk kantung sendiri. Warga di desa-desa bisa apa? Suara mereka tidak akan didengar. Para pengadil disumpal cuan berjuta-juta.

Kritik sosial semacam ini mengingatkan saya pada buku The Hundred-Year-Old Man Who Climbed Out the Window and Disappeared karangan Jonas Jonasson. Jurnalis asal Swedia itu membawakan kritik pada kegilaan dunia melalui novel komedi yang inspiratif. Konflik yang tersaji tidak sampai membuat kita mengernyitkan dahi. Pembaca hanya akan tenggelam bersama aliran cerita.

Dalam Si Anak Badai sendiri, hanya 9 dari 25 bab yang benar-benar terhubung dengan konflik pembangunan pelabuhan. Sisanya, mempertontonkan kehidupan kampung yang berjalan lambat, akrab, dan saling menolong. Sesuatu yang semakin pudar, khususnya di tengah masyarakat perkotaan. Cenderung egosentris dan kehilangan adab. Sampai-sampai kita mendengar kabar seorang ibu membunuh anaknya sendiri karena depresi oleh ocehan mertua dan tetangga.

Persahabatan, perjuangan, dan kemenangan.

Kita rindu pada remaja-remaja yang peduli pada lingkungannya. Kita rindu pada manusia yang tidak hanya berpikir mengenai dirinya sendiri. Namun sejatinya, kita juga rindu pada diri kita. Pada diri yang terlukis dalam sosok Si Anak Badai.




Judul : Si Anak Badai
Penulis : Tere Liye
Co-author : Saripuddin
Penerbit : Republika Penerbit, Jakarta
Tebal : 322 halaman
Cetakan : I, Agustus 2019
Nomor ISBN : 978-602-573-4939

Share:

3 Cara Mudah Kirim Uang Tanpa Perlu Pergi ke Bank



“Horeee.. Alhamdulillah cair!”
Sudah genap satu bulan sejak Mamat diterima bekerja di sebuah perusahaan swasta. Awalnya ia hanyalah seorang pengangguran yang merantau ke ibukota. Selama berminggu-minggu, pria yang hanya memiliki ijazah SMA itu bertahan tanpa pemasukan. Mencari lowongan kerja ke satu gedung bertingkat ke gedung bertingkat lainnya.
Kini hasil perjuangannya pun mulai terasa. Selain memenuhi kebutuhan sehari-hari, sekarang Mamat juga bisa sedikit mengirim uang untuk ibunya yang hidup sebatang kara di kampung sana.
“Eh tapi, si mbok e’ mana punya rekening?” pikirnya sejenak.
Mamat juga lekas menutup opsi pulang ke kampung. Di samping tidak ada hari libur, biayanya tentu mahal kalau harus bolak-balik ke kampung sebulan sekali. Bagaimana, ya?
Beruntung, esoknya seorang teman di kantor memberitahu Mamat kalau sekarang tidak perlu repot lagi buat kirim uang ke kampung. Tidak butuh ke bank dan tidak usah membuat rekening.
Mamat pun akhirnya berkenalan dengan TrueMoney. Yakni sebuah sistem pembayaran elektronik yang mudah digunakan, pelayanannya cepat, dan pastinya aman karena setiap transaksi harus diverifikasi melalui PIN serta telah mendapatkan lisensi dari Bank Indonesia sebagai penyedia jasa pengiriman uang yang dapat dinikmati seluruh masyarakat Indonesia.

Untuk mengirimkan uang, Mamat cukup mendatangi Alfamart dan Alfamidi manapun. Setibanya di sana, lakukan 3 cara mudah kirim uang tanpa perlu pergi ke bank berikut ini.
1. Datang ke Alfamart/Alfamidi, lalu informasikan ke kasir bahwa Mamat ingin mengirim uang melalui TrueMoney.
2. Tunjukkan KTP/SIM/Paspor asli dan fotokopi yang masih berlaku, kemudian isi data diri di formulir yang tersedia dan bayar biaya pengiriman kepada kasir. Biaya pengiriman dikenakan sebesar:
  • Rp 15.000 untuk transaksi pengiriman uang antara Rp 20.000 – Rp 1.000.000.
  • Rp 25.000 untuk transaksi pengiriman uang antara Rp 1.000.001 – Rp 5.000.000.

3. Minta bukti transaksi berisi 10 digit kode MTCN yang dapat digunakan oleh ibu Mamat sebagai penerima ketika hendak mencairkan uang di Alfamart. Kode MTCN ini berlaku selama 30 hari loh.

Ah, betapa senangnya hati Mamat bisa menunjukkan baktinya pada sang ibu. Ia pun menelepon seorang tetangganya untuk membantu mbok e’ mengambil uang di Alfamart/Alfamidi terdekat. Berdasarkan penuturan kasir, pencairan uang dapat dilakukan dengan cara:
1. Mendatangi Alfamart/Alfamidi terdekat dan informasikan bahwa ibu ingin mencairkan uang melalui TrueMoney. Pencairan uang tidak dapat diwakilkan.
2. Tunjukkan kartu identitas yang masih berlaku dan kode MTCN yang disebutkan Mamat melalui telepon. Setelah itu, isi data diri pada formulir yang tersedia.
3. Uang pun bisa langsung diterima tanpa dipotong biaya administrasi.
Menariknya, ternyata Mamat juga baru tahu kalau TrueMoney masih punya layanan lain yang tak kalah berkesan. Selain pengiriman uang, TrueMoney juga menyediakan pembayaran tagihan PLN Paskabayar, BPJS, Telepion Rumah, PDAM, Telkom Vision, Telkom Speedy, dan pembayaran cicilan kredit. Mamat pun juga bisa melakukan isi ulang pulsa semua operator, paket data internet, token listrik, maupun voucher games. Semua dilakukan dalam satu aplikasi smartphone!
Nggak sia-sia Mamat memutuskan untuk kredit smartphone ke salah satu kenalannya, hehe.

Itu tadi cerita Mamat. Pemuda kampung yang berusaha berbakti pada sang ibu hingga akhirnya menemukan aplikasi yang dapat membantu kebutuhannya sehari-hari hanya dalam genggaman.
Mamat pekerja keras, baik hati, dan mau terus belajar.
Jadilah seperti Mamat.




Share:

Akankah Chatbot Membunuh Customer Service?



Era disrupsi menuntut kecepatan di bidang apa pun. Itulah mengapa, selama beberapa tahun terakhir, Chatbot mengalami perkembangan pesat sebagai asisten virtual berbentuk pesan instan yang berbasis pada kecerdasan buatan (Artificial Intelligence). Sejumlah perusahaan besar di dunia telah menggunakan inovasi teknologi ini untuk menyapa pelanggan secara cepat atau menjawab pertanyaan yang normatif dan repetitif.
Menurut Shep Hyken, Chief Amazement Officer di Shepard Presentations, setidaknya ada empat bukti bagaimana Chatbot memberikan dampak besar di dunia industri, yaitu:
1. Chatbot tidak pernah tidur
Customer service selalu berbicara mengenai kenyamanan pelanggan, yang tentu membutuhkan bantuan tanpa mempedulikan waktu. Di sinilah Chatbot membuktikan ketangguhannya yang mampu beroperasi dua puluh empat jam penuh. Melalui kecerdasan buatan, Chatbot dilatih untuk melakukan percakapan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar yang biasanya diajukan pelanggan.
2. Chatbot tidak akan membuat Anda menunggu
Nada tunggu adalah konsep yang membosankan dalam dunia customer service. Pelanggan selalu ingin keluhan mereka direspons dengan instan. Dengan Chatbot, pelanggan tidak perlu menunggu lagi. Chatbot bisa segera melayani mereka saat itu juga.
3. Chatbot menghimpun data kebutuhan pelanggan
Sebagai asisten virtual, Chatbot sanggup merekam pengalamannya ketika berinteraksi dengan pelanggan. Data yang masuk dapat digunakan untuk memberikan informasi dan solusi yang lebih akurat bagi pertanyaan-pertanyaan konsumen di kemudian hari.
4. Chatbot turut membangun pertemanan dengan pelanggan
Sebagian besar customer service berbasis manusia membutuhkan banyak waktu untuk menjalin komunikasi dan proaktif berinteraksi dengan para pelanggan. Chatbot hadir untuk membantu pekerjaan ini. Termasuk mengirimkan email sederhana berisi ucapan selamat ulang tahun atau menanyakan kesan pelanggan terhadap produk perusahaan. Terlebih, Chatbot tidak pernah mengalami hari yang buruk. Mereka tidak akan frustasi menghadapi berbagai macam tipe pelanggan.
Dengan beragam keunggulan tersebut, alhasil Chatbot mengancam keberadaan profesi customer service. Perusahaan tidak perlu menyewa banyak tenaga untuk mengisi posisi tersebut, yang pastinya berimbas pada penyusutan biaya operasional.
Namun, apakah Chatbot benar-benar sanggup “membunuh” profesi customer service?
Survei yang dilakukan oleh CGS (Computer Generated Solutions) pada tahun 2018 terhadap lebih dari 500 partisipan di Amerika Serikat dan Inggris menunjukkan bahwa ternyata masih banyak konsumen yang lebih memilih customer service berbasis manusia. Teknologi mungkin melompat jauh, tetapi bukan berarti konsumen rela mengorbankan kualitas demi kecepatan. Terutama ketika menghadapi masalah-masalah yang lebih kompleks.
“Saat datang masalah yang lebih kompleks dan bersifat teknis, konsumen lebih suka berbicara langsung dengan customer service (berbasis manusia). Alasannya, karena mereka dapat mudah bereaksi dan beradaptasi terhadap kompleksitas masalah konsumen. Sedangkan program AI hanya memuat informasi berdasarkan database mereka,” ujar Michael Mills, Wakil Presiden Senior dari Divisi Pusat Kontak CGS.
Di samping itu, apakah Chatbot bisa dengan mudah diakses oleh para disabilitas? Mampukah Chatbot memahami secara baik perkataan orang-orang yang sulit mendengar dan berbicara? Terlebih bagi konsumen di atas usia 65 tahun yang tidak terbiasa bersentuhan dengan teknologi terbaru.
Untuk sementara, Chatbot cocok untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan langsung. To the point. Misalnya, “hai, apakah barang ini ready?”, “posisi di mana?”, dan sebagainya. Chatbot masih kesulitan menjawab pertanyaan non-standar atau permasalahan yang kadang sulit dijelaskan oleh konsumen.
Bahkan, Mills berani mengatakan, Chatbot tidak akan bisa menggantikan peran manusia, selamanya!
Namun, pendapat Mills tersebut mungkin terbantahkan di tahun-tahun mendatang. Tidak ada yang dapat menerka betapa pesatnya kemajuan teknologi. Kekurangan Chatbot hari ini bukan mustahil diperbaiki sekaligus ditingkatkan performanya.
Sebaliknya, bagi para pekerja di bagian customer service, ada sebuah tugas besar menanti Anda. Jadilah seseorang yang bukan hanya mampu menjawab pertanyaan dan menanggapi keluhan konsumen, tetapi juga sanggup berempati terhadap permasalahan mereka. Emosi, itulah yang membedakan manusia dan robot. Apabila seorang customer service hanya mengandalkan textbook, maka kejatuhan era customer service berbasis manusia akan lebih cepat terjadi.

REFERENSI:


Share:

Jangan Bergantung pada Marketplace, Bangun Sendiri Website Anda



SARAH merupakan seorang mompreneur. Nafkah dari suami sebenarnya terbilang cukup. Tetapi ia memiliki banyak waktu luang di rumah. Anaknya pun baru satu, bayi lelaki imut yang ia urus bersama ibunya. Walau suami sanggup untuk setidaknya mengontrak, Sarah tetap memilih tinggal serumah dengan ibunya yang hidup seorang diri sejak suaminya meninggal beberapa tahun lalu.

Banyak sampah plastik menumpuk di area sekitar rumahnya. Melalui tangan terampilnya, Sarah berhasil menyulap sampah-sampah tersebut menjadi kerajinan unik. Di antaranya, tas belanja, pot bunga, hingga pajangan dinding.

Karena bekerja seorang diri, Sarah tidak memiliki tim yang bisa membantunya menjual produk-produk tersebut. Sejak setahun lalu, ia memutuskan memasarkan kerajinannya di sebuah marketplace ternama.

Perlahan tapi pasti, usahanya membuahkan hasil. Memasuki bulan ketiga, pesanan berdatangan. Bulan keenam, penjualannya meningkat. Dan di tahun pertamanya ini, terkadang Sarah sampai harus membatalkan pesanan karena khawatir tidak sanggup memenuhi target produksinya.

Semua berjalan indah, hingga seminggu lalu..

Sarah tersentak. Di marketplace tempat ia menjajakan kerajinannya, tampak sebuah brand besar menjual produk-produk yang hampir serupa dengan miliknya. Harganya? Jauh lebih murah.

Ia mulai kebingungan. "Kalau begini caranya, penjualanku bisa menurun drastis?" pikir Sarah.

Nyaris sepekan ini Sarah memikirkan jalan keluarnya, termasuk berdiskusi dengan suami.

***

Kisah di atas tentu saja fiktif. Namun, secara garis besar, Sarah ialah jelmaan banyak bisnis kecil di Indonesia. Menjamurkan marketplace membuat mereka seolah mendapatkan medium penjualan menjanjikan: gratis dan tanpa imbalan sama sekali.

Para pemilik bisnis tersebut mungkin lupa, bagaimana jika nanti marketplace tersebut tamat riwayatnya? Tidak ada yang tidak mungkin. Nokia saja bisa tumbang.

Lebih buruk lagi, bagaimana jika data produkmu, data pembeli, termasuk behavior mereka menjadi sekumpulan bahan yang kemudian dijual oleh pihak marketplace kepada sebuah brand besar untuk membuat produk yang sama, tetapi harganya lebih murah?

Pusing deh seperti Sarah.

Jangan selamanya bergantung pada marketplace. Ciptakan sendiri website Anda. Di dunia serba digital ini, setidaknya ada 4 alasan mengapa bisnis Anda membutuhkan website!

1. Kesempatan Mengedukasi Pelanggan

Hal ini merupakan salah satu fitur yang tidak disediakan oleh marketplace manapun. Mereka hanya menawarkan lapak berisi deskripsi produk dan fitur-fitur lain yang berguna bagi pengiriman barang.

Melalui website, Anda bisa menulis serangkaian artikel, menyisipkan video, hingga menaruh infografis yang semuanya berisi edukasi mengenai produk. Beri tahu pelanggan mengapa mereka membutuhkan Anda, apa manfaatnya bagi mereka, apa masalah mereka yang akhirnya bisa terselesaikan dengan produk atau jasa tersebut.

2. Ciptakan Pelanggan Loyal

Perang harga adalah sebuah keniscayaan di dalam marketplace. Produk Anda mungkin bagus, tetapi bila ada toko yang menjual produk serupa dengan harga lebih murah, pelanggan sangat mudah terbang ke lain hati.

Sebaliknya, edukasi yang Anda berikan melalui website, dengan sendirinya akan menciptakan pelanggan-pelanggan yang loyal. Yaitu mereka yang memang sangat tahu kualitas produk maupun pelayanan Anda. Orang-orang yang tidak mudah tergiur oleh harga yang murah.

Bahkan, mereka tidak segan membagikan info mengenai bisnis Anda kepada orang lain. Marketing yang gratis, kan?

Beruntungnya lagi, data pelanggan Anda tidak bisa dicuri pihak manapun. Anda bebas melakukan follow up kapanpun.

3. Membangun Brand Image

Brand bukanlah apa yang Anda katakan mengenai bisnis Anda. Melainkan apa yang orang lain katakan dan rasakan saat berinteraksi dengan bisnis Anda. Mulai dari saat mereka menggunakan produk atau jasa yang Anda tawarkan, mengetahui kualitas pelayanan selama mereka berbelanja, dan tentu saja penampilan Anda di dunia maya.

Sebuah website yang didesain sedemikian rupa sanggup menggambarkan value bisnis Anda. Dengan demikian, pelanggan memiliki ekspektasi yang sesuai: tidak terlalu berharap pada bisnis Anda, tetapi juga tidak memandang rendah.

Website yang cantik pun mampu menarik lebih banyak pelanggan. Sebagian besar masyarakat memiliki waktu yang relatif singkat untuk menentukan bagaimana mereka menilai bisnis Anda, dan itu biasanya melalui website. Itu pun kalau Anda punya.

4. Muncul di Halaman Satu Google

Baru-baru ini Google memperbarui algoritmanya. Salah satu dampaknya ialah tidak ada website manapun yang muncul tiga kali dalam satu halaman untuk keyword  yang sama.

Misalnya, produk Anda adalah buku, lalu seseorang mengetiknya di Google. Katakanlah sebuah marketplace memiliki banyak produk dengan kata kunci tersebut. Dahulu, mungkin marketplace tersebut akan merajai halaman satu hingga halaman sekian Google. Kini tidak lagi. Google hanya akan menampilkan maksimal dua produk dari satu marketplace, dalam satu halaman. Sisanya, dibagi-bagi dengan marketplace dan situs lain.

Tak ada cara lain, kecuali Anda harus membuat website sendiri agar memiliki peluang lebih banyak untuk muncul di page one Google.

***

"Tapi gue nggak bisa coding, Bro."

"Desain website yang bagus itu kaya gimana?"

"Cuma bikin web aja kan belum selesai, biar tampil di halaman satu Google juga butuh usaha. Gue nggak ngerti!"

Well, zaman semakin canggih dan hidup semakin mudah, kok. Nggak semua hal harus Anda kerjakan sendiri. Bagaimanapun, Superman bisa kalah sama Superteam.

Kalau nggak punya tim? Anda bisa memanfaatkan Jasa Pembuatan Website Berkualitas, contohnya GRAPIKU.

Grapiku punya 3 layanan unggulan yang bisa membantu mengembangkan bisnis Anda, yaitu:

1. Desain Branding. Mendesain cerita dan pengalaman Anda menjadi sebuah brand. Bisnis Anda pun jadi lebih berkarakter.

2. Desain Website. Jangkau lebih banyak orang dengan website  profesional. Selain desainnya yang kekinian, Grapiku juga berkomitmen untuk mengoptimasi brand Anda.

3. Desain Ilustrasi. Komunikasikan brand Anda kepada pelanggan melalui grafis ilustrasi menawan. Tidak hanya estetik, desain dari Grapiku pun fungsional dan adaptif di semua media.

***

Sudah siap membangun website bagi bisnis Anda?

Leland Dieno, dalam buku Face The Book with Your Small Business, pernah berpesan, "Your website is the center of your digital eco-system, like a brick and mortar location, the experience matters once a customer enters, just as much as the perception they have of you before they walk through the door."

Tidak peduli sekecil apa pun bisnis Anda, sebuah website ibarat pintu bagi pelanggan untuk memasuki bisnis Anda di dunia digital seperti sekarang ini. Ayo Go Online dengan Website!

[image: flickr/Patrik Nygren]
Share:

Mimpi Pemuda



Selain ilmu dan adab, barangkali yang menjadi masalah terbesar sebagian besar pemuda Islam hari ini ialah ketiadaan tujuan hidup. Kita jauh dari misi peradaban. Jangankan berupaya menjangkaunya, membayangkannya pun tidak.

Risalah Islam menghendaki setiap umatnya menjadi khalifah. Memakmurkan dan menyebar rahmat ke seantero bumi. Baik itu sebagai dokter, guru, pengacara, dan profesi lainnya. Umat di luar Islam mungkin bisa menjadi dokter yang baik, guru yang profesional, maupun pengacara yang andal. Tetapi peran sebagai penebar rahmatan lil 'alamin hanya dapat dipikul di atas pundak umat Islam.

"Dunia tidak merasakan kerugian atau kepedihan dengan kejatuhan satu umat. Begitu juga dengan kejatuhan satu kekuasaan yang bobrok bak kayu dimangsa rayap," tulis Abul Hasan Ali An-Nadwi dalam Kerugian Dunia Karena Kemunduran Umat Islam.

"Tetapi tidak demikian dengan kejatuhan kaum muslimin yang mengakibatkan lenyapnya kekuasaan dan kepemimpinan dari tangan mereka. Karena mereka ini adalah pemikul risalah para Nabi dan Rasul, maka keberadaan mereka bagi dunia adalah OBAT untuk menyembuhkan tubuh kemanusiaan.

"... Kejatuhan sebuah risalah adalah masalah yang amat besar, berat, dan penting karena risalah itu adalah ruhnya manusia. Runtuhnya sebuah risalah Islam dalam bentuk kepemimpinan berarti jatuh dan runtuhnya tiang tengah yang berdiri menyangga susunan agama dan dunia," tegasnya.
Share:

Mencari Kekuatan Terbaik di Dunia Paralel: Resensi Novel Ceros dan Batozar, Komet, Komet Minor



Di antara tokoh Harry Potter lainnya, mungkin Luna Lovegood adalah salah satu favorit saya. Dalam film, ia pernah bercakap dengan Harry, “Well, if I were You-Know-Who, I’d want to you to feel cut off from everyone else. Because if it’s just you alone, you’re not as much of a threat.”

Persahabatan barangkali tema yang sudah basi. Tapi tidak bagi Tere Liye. Melalui imajinasinya yang liar, ia mampu mengangkat tema klise ini dalam dunia fantasi yang penuh petualangan seru. Bahkan menjadikan “persahabatan” sebagai kunci pembuka pintu keluar bagi masalah-masalah yang dihadapi para tokohnya.

Inilah kisah tentang persahabatan itu. Tentang Raib, Seli, dan Ali. Tentang perjuangan yang mendekati titik akhir dalam novel Ceros dan Batozar, Komet, serta Komet Minor.

GAMBARAN CERITA

Ceros dan Batozar

Novel satu ini merupakan spin-off dari Serial Bumi. Berada di urutan 4.5, antara Bintang dan Komet. Di dalamnya terdapat dua cerita, yakni ketika Raib dan kawan-kawan berhadapan dengan sepasang Ceros (Badak) serta saat mereka diculik oleh Batozar.

Sepasang Ceros tersebut tak lain ialah Ngglanggeran dan Ngglanggeram, penduduk Klan Aldebaran. Mereka terkurung di bawah bangunan kuno Bor-O-Bdur. Bila malam tiba, keduanya akan berubah menjadi monster badak yang menghancurkan apa pun di sekelilingnya. Satu-satunya alat yang mampu mengontrol perubahan tersebut hanyalah Sarung Tangan Bumi milik Ali, atau lebih tepatnya kepunyaan mereka yang dicuri Si Tanpa Mahkota ribuan tahun lalu. Di akhir cerita, mereka memutuskan untuk tetap berada di perut bumi. Lantas mengembalikan sarung tangan itu ke Ali. Sebuah pengorbanan yang tulus.

Adapun Batozar Sang Pengintai adalah tahanan Klan Bulan yang kabur untuk menculik Raib. Sebagai seorang Putri Bulan, Raib sebenarnya memiliki kekuatan berbicara dengan alam hingga sanggup memutar kembali kenangan masa lalu. Batozar ingin sekali melihat wajah istri dan anaknya, yang ia hampir lupakan setelah 100 tahun lamanya. Sehabis kekuatan Raib tersebut berhasil dikeluarkan, Batozar kabur menggunakan teknologi portal cermin.

Si kembar Ngglanggeran dan Ngglanggeram serta Batozar akan muncul lagi dalam Komet Minor.

Komet

Berbeda dengan empat novel sebelumnya, novel kelima Serial Bumi ini tidak berlama-lama membuka cerita. Hanya dalam dua bab, Raib dan kawan-kawan segera diundang menuju Klan Matahari untuk menghadiri penutupan Festival Bunga Matahari. Tepat ketika bunga matahari pertama sedikit lagi mekar. Si Tanpa Mahkota beserta pasukannya diperkirakan akan memanfaatkan kekuatan bunga tersebut untuk membuka portal menuju Klan Komet.

Pertempuran besar meletus di tengah-tengah stadion Kota Ilios. Namun, Si Tanpa Mahkota berhasil melompat ke dalam portal. Sebelum portal tertutup rapat, Raib dan kawan-kawan menyusulnya.

Raib, Seli, dan Ali terjebak di gugusan pulau bernama Komet. Bersama Max Si Nahkoda, mereka bertualang dari Pulau Hari Senin hingga Pulau Hari Minggu. Setibanya di pulau terakhir, mereka diuji oleh Paman Kay dan Bibi Nay. Raib dan kawan-kawan pun berhasil masuk ke dalam portal menuju Komet Minor. Sayangnya, Max berkhianat.

Komet Minor

Max alias Si Tanpa Mahkota menahan Raib dan kawan-kawan untuk masuk menuju Klan Komet Minor. Saat itulah, Batozar muncul dari portal cermin. Seorang sekutu dan teman perjalanan yang cukup tangguh menandingi Si Tanpa Mahkota.

Berkeliling di Komet Minor, mereka berempat mengejar waktu demi mengumpulkan kepingan tombak pusaka. Mulai dari bertemu Tuan Entre, Arci, Lady Oopraah alias Kulture, hingga Finale. Pengorbanan dan perjuangan yang lebih berat terasa kental dalam novel ini.

Sanggupkah mereka mencegah Si Tanpa Mahkota memperoleh tombak pusaka tersebut dan menjadi petarung terkuat di dunia paralel?

KEUNIKAN KARAKTER

Tokoh utama dalam ketiga novel ini masih berpusat pada Raib, Seli, Ali, dan Si Tanpa Mahkota. Terdapat beberapa tambahan, semisal Ngglanggeran, Ngglanggeram, serta Batozar dalam Ceros dan Batozar, yang lalu muncul kembali dalam Komet Minor. Dalam Komet, pembaca bisa bertemu dengan Paman Kay dan Bibi Nay. Adapun Tuan Entre, Arci, Lady Oopraah alias Kulture, dan Finale menjadi tokoh kunci di novel terakhir.

Jangan lupakan juga cameo ST4R dan SP4RK yang berasal dari konstelasi Proxima Centauri. Nanti akan ada bukunya tersendiri, loh.

Uniknya, saya jadi berpikir, pemilihan nama-nama tokoh dalam serial ini seperti bukan kebetulan. Contohnya Raib, sesuai namanya, ia bisa menghilang. Seli biasanya dipakai sebagai bentuk pendek dari Selena yang bermakna seseorang berkepribadian menarik, sesuai karakter dalam novelnya yang selalu tampak ceria bahkan sering melakukan hal yang tak terduga. Ali yang punya pukulan beruang barangkali terinspirasi dari sosok legenda tinju M. Ali, sedangkan kepandaiannya mungkin diambil dari sahabat Rasul Ali bin Abi Thalib yang dijuluki gerbang ilmu pengetahuan.

Nama Entre bisa jadi dipilih karena pembuka bagi pencarian benda pusaka di Komet Minor. Arci menggambarkan kemampuan memanahnya, Kulture melukiskan profesinya sebagai budayawan dan ahli sejarah, serta Finale merupakan akhir dari pencarian benda pusaka sekaligus akhir dari perlawanan Si Tanpa Mahkota.

Sebagaimana biasanya, Tere Liye juga menghadirkan tokoh-tokoh bijak dalam novelnya. Bila sebelumnya kita berkenalan dengan Av atau Faar, kali ini ada Paman Kay dan Bibi Nay.

“...Aku juga bisa menghentikan banyak kerusakan di dunia sekarang juga, tapi membiarkan kalian belajar, tumbuh dengan hati yang jernih, akan membawa lebih banyak kebaikan bagi dunia paralel.” (Komet, hal. 365)

KEKUATAN RISET

“Karya fiksi yang kuat adalah yang didukung dengan riset mendalam,” ujar Bernard Batubara. Kekuatan riset sulit dihilangkan dalam banyak novel Tere Liye, sebut saja Tentang Kamu, Pulang, Pergi, dan masih banyak lagi. Melalui riset yang mendalam, pembaca benar-benar yakin bahwa Tere Liye sungguh mengetahui apa yang ia tulis, meskipun menggunakan jasa co-author.

Dalam Serial Bumi pun demikian. Salah satunya mengenai pemilihan nama yang sudah dibahas di atas. Selain itu, tampak juga dalam pemilihan kata-kata yang terlihat sepele. Contohnya, kata binjak yang berarti “kembar” menurut Klan Aldebaran. Aslinya, kata tersebut memang ada. Bahasa Albania yang berarti “kembar” pula.

“Kembar? Oh, maksud kalian binjak? Iya, kami memang kembar. Binjak.” Ngglanggeran tersenyum. (Ceros dan Batozar, hal. 67)

Gugusan bintang sebagai penunjuk arah, fenomena fisika, dan sejumlah fakta biologi tentu hasil lain dari riset yang kuat.

“Inilah pohon coco de mer. Spesies langka dari tumbuhan kelapa, tumbuh di Kepulauan Seychelles, Laut India. Tinggi pohonnya bisa mencapai 25-34 meter, dengan buah raksasa seberat 15-30 kilogram. Inilah buah dengan biji terbesar di seluruh bumi.” (Komet, hal. 15)

“...Kalian tahu burung albatros di dunia kita? Nah, burung itu bahkan terbang sambil tidur. Silakan cari tahu sendiri jika kalian tidak percaya...” (Komet Minor, hal. 48)

ULASAN ALUR

Seluruh novel Serial Bumi memiliki plot yang terus merangsek maju, tanpa menyediakan tempat sedikit pun pada kilas balik. Sudut pandangnya masih ada di tangan Raib. Walaupun memakai sudut pandang orang pertama, Raib sering tampak tahu segala hal. Di antaranya tinggi orang, lebar kapal, maupun jam berapa sekarang. Tetapi karena Tere Liye menampilkannya secara konsisten, kita bisa anggap itu sebagai gaya menulis beliau.

Di tiga novel ini juga unsur gimmick berupa komedi serta sedikit romance antara Raib dan Ali yang membuat cerita terasa lebih renyah.

Yang menarik, bagi saya, setiap novel seolah menonjolkan sisi-sisi lain dari Raib, Seli, maupun Ali.

Dalam cerita Ceros, karakter Ali ditampilkan cukup dominan. Terutama ketika ia meikhlaskan sarung tangannya bahkan rela menggantikan si kembar untuk terkurung di bawah Bor-O-Bdur.

Dalam cerita Batozar, Raib secara sabar meladeni Batozar hingga mengerahkan seluruh tenaga untuk mengeluarkan kekuatan tersembunyi yang dimilikinya.

Dalam cerita Komet, giliran Seli datang. Karakter yang tahan banting dan setia menemani kedua temannya. Ia sampai tidak makan demi menyuplai tenaga bagi Raib dan Ali saat mereka terjebak di tengah lautan menuju Pulau Hari Minggu.

Sementara itu, persahabatan mereka semakin diuji kala berada di Klan Komet Minor. Terlebih, ketika Seli hampir mati. Di situlah pengorbanan dan perjuangan menemukan titik klimaksnya.

Di samping itu semua, ada sebagian Plot Hole yang bikin saya sedikit kesal alias gregetan.

Pertama, ketika Ali naik ke atas panggung Lady Oopraah untuk berbicara mengenai keluarga sembari mengangkat kisah seorang anak yang lahir di tengah lautan, kemudian hidup bersama para pembantu dengan ilusi kedua orang tuanya bekerja di luar negeri. Apakah itu benar-benar kisah hidup Ali atau ia hanya mengada-ada? Saat Seli menanyakannya pun, Ali tidak ingin menjawabnya sambil memasang wajah ketus. Duh, penasaran, nih!

Belum lagi pengakuan Si Tanpa Mahkota bahwa Ali adalah keturunannya. Boleh nih kalau ada novel spin-off khusus buat Ali.

Kedua, orang tua kandung Raib yang belum terjawab hingga akhir novel. Saya kira teka-teki itu akan terkuak, tapi ternyata dibahas di novel selanjutnya, Nebula. Hfft, harus sabar nunggu lagi, deh!

ENDING KURANG NENDANG

Bagian ini yang membuat saya sedikit kurang puas. Saya membayangkan sebuah perang akbar terjadi di akhir novel. Ketika Si Tanpa Mahkota, Tamus, Fala-tara-tana IV beserta pasukannya melawan Raib dan kawan-kawan ditambah koalisi armada tempur tiga klan. Layaknya serangan besar-besaran yang dilancarkan sekutu Voldemort saat menyerang Hogwarts.

Sayangnya, ekspektasi saya tidak terwujud. Pertempuran semacam itu justru hanya terjadi sekilas, yaitu tatkala Si Tanpa Mahkota hendak membuka portal menuju Klan Komet.

Formasi Makhluk Cahaya juga ternyata tidak cukup kuat untuk menandingi Si Tanpa Mahkota. Saya kira, inilah jurus pamungkasnya. Terakhir, Si Tanpa Mahkota malah kalah karena kebodohannya. Memang sih, semua itu karena jasa kejeniusan Ali. Tapi, kekuatan persahabatan yang sering dikatakan sebagai kekuatan terhebat di dunia paralel, seolah menemukan titik anti-klimaks.

PERSAHABATAN DAN HARAPAN

Selain quote Luna Lovegood di awal tulisan ini, Dumbledore juga pernah berkata dalam Harry Potter and the Sorcerer’s Stone, “It takes a great deal of bravery to stand up to your enemies. But a great deal more to stand up to your friends.

Genre fantasi dengan nilai-nilai persahabatan hampir selalu laku di pasaran, meski tampak klise. Lihat saja serial Harry Potter, Hobbit, The Lord of The Ring, Maze Runner, atau Hunger Games. Film pun demikian. Tidak terkecuali komik atau anime Jepang semacam Naruto dan One Piece.

Di serial inilah, termasuk tiga novel yang tengah dibahas, nilai-nilai persahabatan tersebut bermekaran. Bak jamur di musim hujan. Saya juga suka bagaimana Tere Liye memilih tidak “mengakhiri hidup” Si Tanpa Mahkota. Ia kalah, justru oleh pemaafan dari Raib. Ibarat Talk no Jutsu Naruto yang hampir selalu berhasil menyelesaikan masalah-masalah besar, tanpa harus menghabisi musuhnya.

Bukankah banyak konflik di dunia ini yang sebenarnya bisa selesai karena komunikasi?

Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, saya yakin para pembaca pasti ingin serial ini diangkat ke layar lebar. Harapannya Hollywood bisa ambil alih. Kalau diambil produser dalam negeri, khawatir kejadian dalam film Hafalan Shalat Delisa terulang. Tahu kan ya, bagaimana kualitas CGI dalam film tersebut?

Tidak perlu sebagus Harry Potter atau The Lord of The Ring, minimal efek-efek yang tersaji tidak merusak mata, hehe.

Dan...tolong dong seseorang membuat fan art Raib, Seli, dan Ali. Penasaran deh melihat wajah dan tubuh mereka kalau digambar akan bagaimana jadinya. Ada yang minat?

“...Ketahuilah, bukan teknik bertarung, bukan menghancurkan gunung-gunung kekuatan terbaik dunia paralel, melainkan persahabatan. Selalu berusaha menjadi orang yang baik dan berani.” (Ceros dan Batozar, hal. 124)


Judul: Ceros dan Batozar
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 376 halaman
Cetakan: I, Mei 2018
Nomor ISBN: 978-602-038-5914

Judul: Komet
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 384 halaman
Cetakan: I, Mei 2018
Nomor ISBN: 978-602-038-5938

Judul: Komet Minor
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 376 halaman
Cetakan: II, Maret 2019
Nomor ISBN: 978-602-062-3399


Share:

Dua Puluh Ribu Satu-satunya pun Melayang



Matahari sudah mengguyur sejak tadi. Meski masih terbilang pagi, tetapi teriknya cukup menyengat kulit. Hanya ada sedikit awan menggelantung di langit. Pagi yang normal di hari yang normal, setidaknya untuk sementara. Bagaimanapun panasnya, aku tetap harus berangkat. Cuacanya tentu lebih baik daripada harus menembus hujan deras.

Seperti biasa, Sabtu ini ekstrakurikuler Rohis memanggil. Rutinitas yang sulit ditinggalkan. Bahkan hari Ahad pun hampir selalu ada kegiatan.

Tidak lama keluar rumah, aku berdiri di pinggir jalan. Sejenak memeriksa dompet sembari menunggu angkutan umum. Hanya ada satu jenis angkutan umum di dekat rumah, angkot nomor 22 berwarna merah. Dari rumah sampai Terminal Pulogadung biasanya memakan tarif 4 ribu rupiah untuk pelajar. Asalkan memakai celana abu-abu panjang, itu sudah cukup menandakan aku anak SMA.

Sesaat kemudian angkot yang ditunggu datang, setelah aku sadar cuma ada satu lembar uang 20 ribu dan satu lembar uang 10 ribu di dompet. Kira-kira cukup untuk ongkos pergi-pulang dan makan siang.

Kalau bukan hari kerja, angkot yang kutumpangi biasanya sepi, sebagaimana hari ini. Hanya aku penumpangnya yang segera duduk di belakang sopir. Kursi di samping sopir sudah diisi seorang wanita muda, mungkin istrinya.

Angkot berjalan lamat sambil menunggu penumpang lain. Sebenarnya perjalanan kurang lebih hanya menghabiskan waktu tiga puluh menit, kalau saja angkot ini lebih cepat.

Bermenit-menit selanjutnya, masuklah empat orang anak muda. Tiga perempuan dan satu laki-laki yang cara bicaranya melambai. Dari postur dan wajahnya, mereka mungkin anak SMP. Berisik sekali di dalam angkot. Obrolannya alay, walaupun pakaian dan akseoris yang mereka kenakan ibarat anak orang kaya.

Kondisi di dalam angkot berlangsung demikian sampai kami tiba di Halte IGI Pulogadung. Tiba-tiba masuklah sekelompok pemuda. Auranya suram, bila kalian mengerti apa yang kumaksud. Satu orang duduk di depanku, di bangku kecil dekat pintu angkot. Satu orang lainnya duduk persis di pintu. Sedangkan ada dua orang lagi duduk mengampit keempat anak muda tadi.

Tidak perlu berpikir lama, segera kudekap tas di atas pangkuan. Mata fokus menatap ke arah depan angkot.

Suasana lengang. Terdengar bisik-bisik antara keempat anak muda itu dengan para pemuda yang baru masuk tadi.

“Bodoh!” pekikku dalam hati.

Andai saja aku tidak pengecut. Andai saja aku cukup punya keberanian untuk mengusir mereka. Sopir dan wanita di sampingnya pun masih sibuk mengobrol.

Tiba di depan Halte PTC (Pulogadung Trade Center), pemuda-pemuda tadi turun. Awalnya samar-samar, tetapi perlahan keempat anak muda itu menangis sesenggukkan.

“Kenapa, Dek?” sopir bertanya kaget.

“Dompet kita diambil,” salah satu dari mereka menjawab sambil terus mengeluarkan air mata.

“Jam tangan dia juga,” yang lain menyahut sambil menunjuk ke arah si lelaki.

Setibanya di Terminal Pulogadung, mereka bingung harus membayar pakai apa. Ingin membantu, tapi aku sedikit ragu. Uang pas-pasan. Setelah ini, aku harus menyambung angkot lagi menuju sekolah. Kalau satu orang dikenakan Rp 4 ribu, ditambah aku, maka totalnya Rp 20 ribu. Sopir angkot mungkin merasa iba, bisa saja ia menggratiskan mereka. Tapi, hati kecilku ingin membalas kebodohan tadi. Sedikit menutupi betapa pengecutnya aku tadi. Risikonya, barangkali aku tidak makan siang.

Tidak banyak waktu, aku wajib segera memutuskan!

“Yaudah, Bang. Pakai ini aja,” kataku seraya menyodorkan satu lembar dua puluh ribu kepada sopir.

Aku buru-buru melangkah turun. Satu per satu dari keempat anak muda tadi mengucapkan terima kasih.

“Iya,” aku menjawab singkat.

Hari yang sedikit tidak normal pun kembali normal. Matahari masih setia dengan teriknya. Namun, selama di sekolah hingga tiba di rumah lagi rasanya hati begitu adem. Aku tidak terlalu lama ingin mengingat kejadian tadi. Harapanku sederhana, agar mereka bisa pulang dengan selamat, mengambil pelajaran hari ini, serta menjadi anak-anak yang bisa menelurkan kebaikan.

Walaupun yang kuberi tidak seberapa, tetapi satu episode unik di dalam lembaran kehidupan ini sering menjadi pelecut. Di lain waktu ketika ada kesempatan berdonasi atau melihat orang lain membutuhkan, sedangkan uang di kantong terbatas, aku kerap memarahi diri sendiri, “Sejak kapan lo jadi pelit, Ry?” atau, “Sejak kapan lo jadi mikirin duit, Ry? Bertahun-tahun di Rohis masih ragu sama janji Allah?”

Episode ini juga barangkali yang akhirnya memperkenalkanku dengan berbagai lembaga filantropi kemanusiaan. Bayangkan tidak hanya empat anak muda itu, melainkan jutaan orang di pelosok Indonesia yang mengalami hal serupa bahkan lebih buruk lagi. Aku, kamu, dan kita semua bisa membantu menghadirkan senyum mereka kembali melalui Dompet Dhuafa.

Berbagi ke sesama jadi lebih mudah, bermanfaat, dan bermakna karena Dompet Dhuafa punya beragam layanan donasi, yaitu:
1. Kanal donasi online donasi.dompetdhuafa.org
2. Transfer bank
3. Counter
4. Cara visit (meninjau langsung lokasi program)
5. Tanya jawab zakat
6. Edukasi zakat
7. Laporan donasi

Jangan takut berbagi. Setiap rezeki kita telah dituliskan-Nya. Kita tidak akan dimatikan sampai jatah rezeki itu habis. Berbagi mungkin tidak membuat kaya, tetapi dijamin tidak akan menjatuhkan kita pada kemiskinan. Bila disertai niat ikhlas, insya Allah menjadi bukit pahala di akhirat kelak.

***
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Jangan Takut Berbagi yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa.

Share: