Nulis Suka-Suka

Akankah Chatbot Membunuh Customer Service?



Era disrupsi menuntut kecepatan di bidang apa pun. Itulah mengapa, selama beberapa tahun terakhir, Chatbot mengalami perkembangan pesat sebagai asisten virtual berbentuk pesan instan yang berbasis pada kecerdasan buatan (Artificial Intelligence). Sejumlah perusahaan besar di dunia telah menggunakan inovasi teknologi ini untuk menyapa pelanggan secara cepat atau menjawab pertanyaan yang normatif dan repetitif.
Menurut Shep Hyken, Chief Amazement Officer di Shepard Presentations, setidaknya ada empat bukti bagaimana Chatbot memberikan dampak besar di dunia industri, yaitu:
1. Chatbot tidak pernah tidur
Customer service selalu berbicara mengenai kenyamanan pelanggan, yang tentu membutuhkan bantuan tanpa mempedulikan waktu. Di sinilah Chatbot membuktikan ketangguhannya yang mampu beroperasi dua puluh empat jam penuh. Melalui kecerdasan buatan, Chatbot dilatih untuk melakukan percakapan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar yang biasanya diajukan pelanggan.
2. Chatbot tidak akan membuat Anda menunggu
Nada tunggu adalah konsep yang membosankan dalam dunia customer service. Pelanggan selalu ingin keluhan mereka direspons dengan instan. Dengan Chatbot, pelanggan tidak perlu menunggu lagi. Chatbot bisa segera melayani mereka saat itu juga.
3. Chatbot menghimpun data kebutuhan pelanggan
Sebagai asisten virtual, Chatbot sanggup merekam pengalamannya ketika berinteraksi dengan pelanggan. Data yang masuk dapat digunakan untuk memberikan informasi dan solusi yang lebih akurat bagi pertanyaan-pertanyaan konsumen di kemudian hari.
4. Chatbot turut membangun pertemanan dengan pelanggan
Sebagian besar customer service berbasis manusia membutuhkan banyak waktu untuk menjalin komunikasi dan proaktif berinteraksi dengan para pelanggan. Chatbot hadir untuk membantu pekerjaan ini. Termasuk mengirimkan email sederhana berisi ucapan selamat ulang tahun atau menanyakan kesan pelanggan terhadap produk perusahaan. Terlebih, Chatbot tidak pernah mengalami hari yang buruk. Mereka tidak akan frustasi menghadapi berbagai macam tipe pelanggan.
Dengan beragam keunggulan tersebut, alhasil Chatbot mengancam keberadaan profesi customer service. Perusahaan tidak perlu menyewa banyak tenaga untuk mengisi posisi tersebut, yang pastinya berimbas pada penyusutan biaya operasional.
Namun, apakah Chatbot benar-benar sanggup “membunuh” profesi customer service?
Survei yang dilakukan oleh CGS (Computer Generated Solutions) pada tahun 2018 terhadap lebih dari 500 partisipan di Amerika Serikat dan Inggris menunjukkan bahwa ternyata masih banyak konsumen yang lebih memilih customer service berbasis manusia. Teknologi mungkin melompat jauh, tetapi bukan berarti konsumen rela mengorbankan kualitas demi kecepatan. Terutama ketika menghadapi masalah-masalah yang lebih kompleks.
“Saat datang masalah yang lebih kompleks dan bersifat teknis, konsumen lebih suka berbicara langsung dengan customer service (berbasis manusia). Alasannya, karena mereka dapat mudah bereaksi dan beradaptasi terhadap kompleksitas masalah konsumen. Sedangkan program AI hanya memuat informasi berdasarkan database mereka,” ujar Michael Mills, Wakil Presiden Senior dari Divisi Pusat Kontak CGS.
Di samping itu, apakah Chatbot bisa dengan mudah diakses oleh para disabilitas? Mampukah Chatbot memahami secara baik perkataan orang-orang yang sulit mendengar dan berbicara? Terlebih bagi konsumen di atas usia 65 tahun yang tidak terbiasa bersentuhan dengan teknologi terbaru.
Untuk sementara, Chatbot cocok untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan langsung. To the point. Misalnya, “hai, apakah barang ini ready?”, “posisi di mana?”, dan sebagainya. Chatbot masih kesulitan menjawab pertanyaan non-standar atau permasalahan yang kadang sulit dijelaskan oleh konsumen.
Bahkan, Mills berani mengatakan, Chatbot tidak akan bisa menggantikan peran manusia, selamanya!
Namun, pendapat Mills tersebut mungkin terbantahkan di tahun-tahun mendatang. Tidak ada yang dapat menerka betapa pesatnya kemajuan teknologi. Kekurangan Chatbot hari ini bukan mustahil diperbaiki sekaligus ditingkatkan performanya.
Sebaliknya, bagi para pekerja di bagian customer service, ada sebuah tugas besar menanti Anda. Jadilah seseorang yang bukan hanya mampu menjawab pertanyaan dan menanggapi keluhan konsumen, tetapi juga sanggup berempati terhadap permasalahan mereka. Emosi, itulah yang membedakan manusia dan robot. Apabila seorang customer service hanya mengandalkan textbook, maka kejatuhan era customer service berbasis manusia akan lebih cepat terjadi.

REFERENSI:


Share:

0 comments:

Post a Comment