Namanya
Iman. Sebagaimana dilansir detik.com[1],
pria berusia 36 tahun tersebut pernah terpasung dunia narkotika dan sejenisnya
sejak duduk di bangku SMP pada tahun 90-an. Puncaknya pada tahun 2004, Iman
didiagnosis terkena HIV-AIDS.
Bertahun-tahun
berlalu. Iman memilih untuk tidak menyerah. Ia bertahan dengan mengubah pola
hidupnya menjadi lebih sehat.
Yang unik, keputusannya tersebut didasari motivasi Iman untuk melihat komik One Piece tamat. Salah satu komik Jepang terkenal itu memang diketahui memiliki cerita yang menarik dan belum diketahui ujungnya hingga sekarang. Terdengar lucu mungkin. Tetapi nyatanya cara tersebut berhasil membuat Iman mempertahankan hidupnya.
Lain halnya dengan Putri. Kondisi keluarganya yang berantakan memaksanya mencari pelampiasan. Di usianya yang masih sepuluh tahun ketika itu, ia sudah harus menyaksikan pertengkaran ayah dan ibunya hampir setiap hari. Bocah polos yang mendambakan keceriaan justru melihat kedua orang tuanya bercerai.
Putri trauma. Asuhan sang nenek tidak cukup menjaga dirinya. Sebaliknya, pergaulan bersama sejumlah teman lelakinya membawa Puti ke dalam dunia gelap narkotika. Dikutip dari jawapos.com[2], ia bahkan naik level sebagai kurir dan asisten bandar. Profesi haram itu terpaksa ia lakoni agar tetap dapat memenuhi ketergantungannya pada sabu-sabu.
Namun, Tuhan masih menyayangi Putri. Tepat dini hari pada tanggal 9 Januari 2017 silam, Putri diciduk satpol PP bersama tiga temannya di dekat Tugu Pahlawan Surabaya.
Gadis yang pernah memakai uang SPP untuk membeli sabu tersebut kemudian direhabilitasi atas rekomendasi dari Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Surabaya. Ia masih muda dan punya banyak waktu untuk memperbaiki hidupnya demi meraih masa depan yang cerah.
Gunung
Es Pengguna Narkotika dan Penyebabnya
Iman dan Putri hanyalah segelintir orang yang akhirnya terbebas dari geliat dunia pekat narkotika. Yang masih terkungkung di dalamnya tentu masih banyak. Yang terdata dan yang tidak tampak pasti lebih banyak lagi. Ibarat gunung es, yang tersiar di media berbanding terbalik dengan yang berada di lautan dalam. Kadang jumlahnya bisa jadi tidak terjamah pihak yang berwenang.
Pada tahun 2018 saja, Badan Narkotika Nasional (BNN)[3] mencatat jumlah pemakai narkoba di Indonesia setidaknya mencapai 3,5 juta orang. Hampir 1 juta di antaranya bahkan telah menjadi pecandu. Yang lebih mengejutkan, dari data tersebut, 24 persennya merupakan pelajar.[4]
Banyak faktor yang melatarbelakangi fenomena ini. Setidaknya bisa dilihat dari dua sisi: internal dan eksternal.
Dari sisi internal, pengaruh paling kuat biasanya berasal dari lemahnya ketahanan keluarga dan depresi berkepanjangan.
Dr. Charles Tangkau, Dosen FIS Unima dan Pasca Sarjana Unima, pernah menuturkan[5] bahwa orang tua yang kerap bertengkar (broken home) hingga bercerai dapat menimbulkan tekanan batin pada anak. Apabila tidak ada pelampiasan yang positif, tekanan tersebut akhirnya dilepaskan melalui narkoba. Beliau juga mengingatkan kurangnya perhatian orang tua turut menjadi andil. Orang tua sering sibuk bekerja sampai abai terhadap pendidikan dan moral anak. Dalam hal ini, Putri adalah salah satu contohnya.
Stress dan depresi dapat terjadi pula pada anak yang terlalu dimanjakan atau dididik dengan cara yang keras. Misalnya, anak dipaksa untuk selalu memperoleh nilai atau ranking yang bagus di sekolah, sampai-sampai masa depannya pun didikte ia harus kuliah serta bekerja di mana. Selain itu, pola komunikasi yang buruk juga tidak boleh dilewatkan. Hubungan antara anak dan orang tua hendaknya berasas pada keterbukaan, sehingga setiap anggota keluarga saling mengetahui aktivitas masing-masing. Anak tidak perlu segan bercerita mengenai kesehariannya kepada orang tua, begitu pula sebaliknya.
Sedangkan dari sisi eksternal, lingkungan dan pergaulan dengan teman sebaya memberikan pengaruh terkuat.
Menurut teori Develope Mental Land Scape yang dikembangkan Waddington[6], seorang anak akan mudah terpengaruh oleh lingkungan dia berada, tidak peduli itu lingkungan yang baik maupun buruk. Ketika sebuah lingkungan sudah mengakui keberadaannya, muncul rasa percaya diri pada si anak sehingga ia betah tinggal di dalamnya. Termasuk lingkungan yang dipenuhi narkotika.
Di samping itu, beberapa jenis narkoba juga diketahui memiliki harga yang relatif murah. Sebut saja contohnya narkoba jenis pil double L atau lebih akrab dikenal dengan nama pil koplo. Narkoba jenis ini digemari kalangan pelajar.[7]
Saatnya
Pemuda Bergerak!
Merebaknya kasus ketergantungan narkoba di kalangan anak muda bukanlah perkara remeh. Semua pihak wajib terlibat untuk mencari solusinya, termasuk dari pemuda itu sendiri. Tetapi dunia berubah secara cepat. Cara-cara lama seperti penyuluhan atau sekadar sosialisasi bahaya narkoba belumlah cukup. Dibutuhkan metode lain yang lebih menyentuh titik persoalan, sesuai dengan perkembangan zaman, dan sejalan dengan karakter para pemuda.
Sebagai sebuah gerakan yang masif, para pemuda yang peduli terhadap persoalan ini dapat mencoba beberapa hal berikut:
1. Pemberdayaan Ekonomi
“Sebelum menyentuh otak dan hati seseorang, sentuh dulu perutnya.” Pepatah lama itu memang ada benarnya. Banyak pemuda sebenarnya sudah tahu bahaya narkoba, tetapi kadang kondisi ekonomi memaksa mereka bergelut di bisnis haram tersebut. Kalau ingin agar mereka mengikuti jalan kebaikan, bantu terlebih dahulu perekonomiannya. Bekerjasamalah dengan lembaga-lembaga terkait untuk mengadakan pelatihan kerja, penyaluran karyawan, atau pemberian modal usaha disertai pembinaan intensif.
Bagi mereka yang punya masalah keluarga atau semacamnya, para pemuda dapat memberikan bantuan konsultasi bersama pakar-pakar di bidangnya. Tidak cukup memberikan motivasi, “Kamu harus lebih kuat!” atau, “Kok gitu aja nyerah!” Melainkan temani mereka dan cari jalan keluarnya bersama-sama.
2.
Pelatihan Minat dan Bakat
Ego seorang pemuda sangat tinggi. Dirinya ingin diakui, baik itu keberadaannya maupun bakat yang dimilikinya. Dalam hal ini, para pemuda dapat menginisiasi lahirnya komunitas-komunitas yang mewadahi minat dan bakat mereka.
Yang suka nonton YouTube, masukkan dalam komunitas vlogger. Bagi yang gemar menggambar, gabungkan dalam kelompok pecinta desain grafis, melukis, dan sejenisnya. Bagi yang kerap main game online, ajak mereka main bareng diselingi acara keagamaan, bakti sosial, atau kegiatan positif lainnya. Masih banyak lagi komunitas yang bisa diciptakan. Pada intinya, buatlah para pemuda sibuk pada aktivitas-aktivitas produktif hingga akhirnya mereka teralihkan dari narkoba.
3. Optimalkan Minat dan Bakat untuk Memasifkan Gerakan
Setelah membina minat dan bakat mereka, manfaatkan potensi tersebut untuk semakin meluaskan Gerakan Pemuda Anti Narkoba. Jangkau lebih banyak pemuda dari berbagai kalangan dan berbagai daerah di Indonesia.
Mereka
yang terlatih menjadi vlogger, buatlah video-video kreatif yang
menyebarkan bahaya narkoba dengan cara anti-mainstream. Mereka yang
sudah ahli menggambar, sebarlah desain visual unik untuk mengajak pemuda lain
menjauhi narkotika. Kampanye anti narkoba bisa dibuat lebih keren, kekinian,
dan sesuai dengan karakter pemuda zaman now.
0 comments:
Post a Comment